Monday, January 31, 2011

Menemukan Makna Belajar

by Muhammad Noer @ 2 May 2010
Berikut adalah tulisan saya 11 tahun lalu yang pernah dimuat di buletin Filosofia, Universitas Indonesia pada bulan Maret tahun 1999. Menyambut hari Pendidikan, saya menemukan kembali tulisan ini dan ingin berbagi dengan Anda. Tulisan ini ditulis oleh mahasiswa untuk mahasiswa dan mewakili pemikiran saya di masa itu. Sedikit banyaknya ada yang masih relevan untuk saat ini meskipun ada pula yang sudah berbeda. Tulisan asli dari buletin dapat Anda lihat di bagian akhir.
Saya juga memberikan link yang relevan pada kata kunci dalam tulisan ini ke artikel-artikel yang terkait. Jika Anda tertarik, silakan klik dan baca artikel yang berhubungan tersebut.

Muhammad Noer
######

Setiap orang belajar. Anak-anak, mahasiswa, bahkan orang tua tak terkecuali. Setiap manusia belajar dengan caranya sendiri. Ada yang belajar dengan cara menghadiri
perkuliahan, ada yang banyak membaca buku apa saja, serta ada yang belajar dari cerita dan pengalaman hidup orang. Belajar merupakan tradisi umat manusia.

Sebagai seorang mahasiswa, apa yang terbayang di benak Anda ketika mendengar kata belajar? Mungkin jawabannya bisa berbeda-beda. Tergantung cara pandang kita terhadap belajar itu sendiri. Sebagian membayangkan duduk dan mendengarkan ucapan dosen sambil mengantuk. Tugas-tugas yang bertumpuk. Ancaman mendapat nilai rendah atau malah di-DO.

Setidaknya ada beberapa hal yang disepakati. Pertama belajar bukanlah pekerjaan yang meyenangkan. Kedua belajar Anda lakukan seringkali karena terpaksa. Apakah terpaksa lulus, atau terpaksa supaya dapat ijazah. Belajar menjadi kehilangan maknanya.

Boleh saja Anda membantah pemyataan di atas. Tapi saya akan membuktikan bahwa Anda tidak lebih baik dan seorang bayi yang juga belajar seperti Anda.

Pernahkah Anda memperhatikan seorang bayi belajar berjalan? Dengan keberanian yang dimilikinya, ia melangkahkan kaki selangkah demi selangkah. Namun apa hendak dikata bayi tersebut jatuh tersungkur. Tapi, ia pantang menyerah. Tersungkur satu kali, dua kali, bahkan puluhan kali tidak membuatnya jera untuk terus melangkah dan melangkah. Akhirnya, dalam waktu yang relatif singkat sang bayi sudah dapat berjalan sendiri.

Bagaimanakah bayi tersebut bisa belajar berjalan dengan sukses? Pertanyaan ini cukup menarik untuk dijawab. Seorang bayi tidak pernah diinstruksikan oleh orang tuanya atau siapa saja untuk belajar berdiri tegak, menjaga keseimbangan, atau menyuruhnya berjalan pelan-pelan supaya tidak jatuh. Tidak, sekali-kali tidak. Bayi tidak pernah diberi bimbingan macam-macam. Padahal berjalan adalah suatu kegiatan kompleks yang merupakan gabungan dari koordinasi gerak tubuh, keseimbangan dan kestabilan. Bayi itu temyata berhasil melakukan tugas sulit tersebut tanpa mendapatkan petunjuk teknis yang dibutuhkan.

Sedikitnya ada dua hal yang membuat sang bayi berhasil. Pertama, ia tidak pemah mengenal konsep kegagalan. Ia hanya tahu untuk mencoba dan mencoba belajar dari pengalamannya sendiri. Ia tidak mau tersungkur untuk selama-lamanya. Kedua, sang bayi selalu mendapat dukungan positif. Ketika ia jatuh orangtuanya berkata, “Ayo nak berdiri lagi. Mama akan membantumu.” Dan ketika ia berhasil, semua orang bergembira dan memberi selamat atas keberhasilannya.

Sekarang mari kita bandingkan dengan apa yang terjadi dengan diri Anda sekarang. Ketika dosen mulai menerangkan pelajaran, mungkin Anda sudah berpikir kapan pelajaran akan usai. Ketika tugas diberikan, Anda mungkin dongkol dengan dosen yang dianggap kelewatan dalam memberi tugas. Dan saat menjelang ujian, jika Anda termasuk golongan mahasiswa kebanyakan, Anda akan mulai sibuk mencari fotokopi catatan di sana-sini, pinjam buku di perpustakaan, dan mulai menyiapkan kopi buat begadang. Dan ketika ujian berlangsung, Anda merasakan tekanan yang luar biasa. Belajar menjadi sebuah beban yang terpaksa Anda lakukan. Anda belajar karena hal itu sebuah tradisi. Anda belajar karena ingin lulus, bukan karena Anda memang mencintai belajar. Cara dan gaya Anda belajar tidak lebih baik dari apa yang bisa dilakukan oleh seorang bayi. Semakin meningkatnya umur bukannya memberikan Anda cara dan gaya belajar yang lebih kreatif. Hari demi hari, Anda terjebak dalam rutinitas belajar yang membosankan.

Setelah lulus apa yang terjadi? Ternyata pasar tenaga kerja sering kesal dengan para fresh graduate ini. Para lulusan dianggap tidak memiliki pengetahuan dan ketrampilan yang cukup untuk menghadapi dunia nyata yang harus dihadapinya. Anda harus ditraining kembali untuk bekerja. Padahal Anda telah belajar bertahun-tahun. Enam tahun untuk SD, tiga tahun untuk SMP, tiga tahun untuk SMA dan sekitar empat sampai enam tahun di perguruan tinggi.

Tapi itulah yang terjadi. Hasil belajar Anda tidak dihargai. Anda hanya dihargai dari selembar ijazah sebagai prasyarat untuk melamar kerja. Selebihnya, Anda harus bersaing lagi, Anda harus dites lagi dan akhirnya, Anda malah di-training kembali.

Temyata, ada yang salah dalam proses pendidikan kita sekarang. Seorang sarjana teknik jadi pengusaha. Lulusan ekonomi jadi wartawan. Tamatan ilmu komputer bekerja di bank. Memang hal itu sah-sah saja, tapi rasanya ilmu yang didapatkan menjadi kurang berguna.

Kita perlu mengubah semua kejadian tadi. Kita perlu belajar kembali tentang bagaimana caranya belajar. Belajar harus menjadi hal yang menyenangkan. Anda belajar bukan kerena terpaksa tetapi karena belajar memang menyenangkan dan Anda mencintainya.

Bobbi de Porter memberikan pemecahan alternatif dengan metode Quantum Learning. Nama Quantum sendiri menunjukkan adanya lompatan besar terhadap cara pandang kita selama ini tentang belajar. Dengan berbagai keterampilan teknis seperti membaca cepat, teknik mencatat, bagaimana berpikir logis dan kreatif, serta menghilangkan mitos “Aku tidak bisa”. Perubahan paradigma ini diharapkan dapat memberikan hasil nyata terhadap kesuksesan Anda.

Belajar seperti ini, mengharuskan Anda untuk memotivasi diri sendiri. Anda harus tahu manfaat apa yang bakal diperoleh dari ilmu yang Anda pelajari. Bagaimana mungkin Anda termotivasi jika Anda tidak tahu manfaat pekerjaan yang Anda lakukan? Anda tidak mungkin mengharapkan pujian orangtua, mendapat dukungan dari teman-teman, atau harapan positif lainnya. Anda harus secara aktif menciptakan lingkungan belajar yang nyaman dan menyenangkan bagi diri Anda. Ketika semua orang tak lagi memotivasi, Anda harus mencari lingkungan baru yang dapat memotivasi Anda. Jika hal itu pun tak dapat dilakukan, setidaknya Anda masih punya diri sendiri untuk memberi semangat.

Jika kita melihat sejarah ke belakang, kita akan temui banyak sekali orang yang belajar dengan benar. Anda pasti kenal Aristoteles, seorang ahli hikmah dari Yunani. Anda juga perlu merujuk pada ilmuwan muslim masa lalu. Al-Farabi yang ahli fisika, Ibnu Sina yang ahli kedokteran, atau Jabir bin Hayyan yang ahli kimia serta banyak lagi lainnya. Mereka adalah para ahli multi disiplin ilmu. Mereka sekaligus spesialis tak tertandingi di bidangnya. Satu hal yang seringkali kita lupa bahwa kita pun merniliki potensi yang sama dengan mereka. Hanya saja, mereka memanfaatkan potensi tersebut sedangkan kita mengabaikannya.

Apa yang membedakan mereka dari kita? Tampaknya hanya satu hal yakni paradigma atau cara pandang mereka terhadap proses belajar itu sendiri. Mereka belajar dengan cara menemukan lebih dahulu apa manfaat dan bidang-bidang yang mereka kuasai. Mereka tidak ingin sekedar prestise yang diperoleh dari selembar ijazah tapi ingin penguasaan yang menyeluruh. Dengan demikian, mereka belajar dengan penuh rasa ingin tahu. Mereka akan terus menggali ilmu dengan kesungguhan sampai maut memisahkan.

Agama menyuruh umatnya untuk giat menuntut Ilmu. Al-Qur’an mengatakan bahwa Allah SWT meninggikan derajat orang yang berilmu lebih tinggi dibandingkan orang yang tidak berilmu. Nabi mengajarkan untuk menuntut ilmu sampai ke negeri Cina sekalipun. Ilmu laksana hikmah yang harus terus dicari, digali, dieksplorasi dan akhimya diambil dan dimanfaatkan demi kebaikan. Betapa banyak ayat-ayat Al-Qn’an yang menyuruh kita menggunakan akal untuk berpikir, menggunakan hati untuk merenung, serta memanfaatkan potensi diri sebesar-besarnya.

Sebagai seorang calon intelektual kegiatan belajar merupakan makanan sehari-hari bagi Anda. Akan tetapi, sudahkah Anda memiliki motivasi yang tepat, niat yang benar serta mampu melihat manfaat dari setiap bidang yang Anda pelajari? Wallahu a’lam.

Insya Allah, dengan mengubah cara pandang tentang belajar maka belajar Anda akan menjadi sesuatu yang menyenangkan. Anda tidak akan pernah lagi merasakan belajar sebagai sebuah beban melainkan melihatnya sebagai sebuah tantangan. Anda akan memasuki wilayah eksplorasi ilmu yang tiada habis-habisnya. Anda akan merasakan indahnya ilmu Allah SWT yang saling terkait satu sama lain. Anda akan terus-menerus menemukan manfaat dan minat-minat baru dalam belajar. Anda tidak akan pernah puas mereguk lautan ilmu. Semakin banyakAnda mereguknya, Anda hanya akan semakin haus. Dan akhirnya Anda akan menjadi seorang pelajar Quantum. Seorang yang belajar kapan saja, di mana saja, dari siapa saja dan dengan cara apa saja. Anda bisa belajar di ruang kelas, di kamar pribadi, di bus, atau di jalanan. Anda dapat memperoleh ilmu dari dosen, teman, tukang ojek, atau bahkan anak-anak. Andajuga dapat belajar dengan cara membaca buku, berdialog dengan orang lain, belajar dari pengalaman pribadi dan pengalaman orang lain, atau belajar dan alam semesta dengan melihat tanda-tanda kebesaran-Nya. Belajar Anda tidak lagi mengenal batasan tempat dan waktu. 
--------------------------------------------------------------
Sumber:

Talenta Saja Tidak Cukup

by Muhammad Noer @ 7 May 2009

Beberapa waktu yang lalu saya mendapat penugasan dari kantor  untuk membuat resensi buku tentang talent. Ya, talent atau talenta adalah topik yang hangat belakangan ini. Mulai dari bagaimana menemukan talenta terbaik, mengembangkannya, mempertahankannya sampai akhirnya memberi hasil yang maksimal sesuai bidangnya. Secara sederhana, talenta adalah kualitas diri yang unik yang melekat pada pribadi seseorang sehingga membuatnya memiliki keunggulan tertentu dibandingkan orang lain.

Setelah browsing beberapa buku, akhirnya pilihan saya jatuh pada karangan John C Maxwell berjudul Talent is Never Enough. Pengarang buku ini dikenal sebagai ahli di bidang kepemimpinan dan menjadi pengarang serta pembicara dengan pengalaman 30 tahun lebih di bidangnya.

Mengapa Talenta Saja Tidak Cukup?
Banyak anggapan bahwa jika seseorang memiliki talenta di bidang tertentu, maka dia bisa menjadi yang terbaik di bidangnya. Atau minimal menunjukkan prestasi yang mengagumkan di bidang tersebut. Tapi mengapa ada orang yang sebenarnya memiliki talenta tidak bisa menghasilkan prestasi yang baik? Apa perbedaan antara seseorang yang memiliki talenta dan berprestasi di bidangnya dengan orang lain yang juga memiliki talenta tapi menunjukkan prestasi biasa-biasa saja? Pertanyaan inilah yang coba dijawab oleh buku tersebut.
Seseorang yang memiliki talenta tapi tidak mengambil tindakan yang diperlukan maka dia tidak pernah mendapatkan hasil yang diharapkan.
Seseorang yang memiliki talenta tapi tidak mengambil tindakan yang diperlukan maka dia tidak pernah mendapatkan hasil yang diharapkan. Seseorang yang memiliki talenta tapi tidak fokus pada bidangnya maka dia tidak akan dapat meningkatkan prestasinya. Seseorang yang memiliki talenta tapi tidak berlatih maka dia tidak akan mencapai kesempurnaan dalam karya-nya.
Dengan demikian, seseorang yang memiliki talenta perlu melakukan tindakan-tindakan yang tepat untuk mengasah dan memanfaatkan talenta tersebut agar menjadi kekuatan diri dalam berkarya.

Keyakinan Akan Talenta Diri
Langkah pertama yang perlu dilakukan setiap orang adalah percaya dan yakin bahwa kita semua memiliki talenta yang unik. Tidak ada manusia yang lebih unggul dari yang lain. Seseorang boleh jadi hebat dalam bidang tertentu tapi pasti punya kelemahan di bidang yang lain. Sebaliknya jika kita lemah dalam bidang tertentu pasti juga punya kekuatan di bidang yang lain.
Kepercayaan akan talenta diri ini menjadi penting. Kita harus menyadari ada potensi besar dalam setiap insan. Talenta yang kita miliki sekaligus menjadi arah untuk misi hidup kita yang bermanfaat bagi orang banyak. Keyakinan ini sekaligus akan membuat kita percaya pada diri sendiri. Keyakinan akan menentukan harapan, aksi dan hasil yang kita inginkan.
Ingat, banyak orang gagal bukan karena tidak memiliki talenta, tapi lebih sering karena tidak percaya atau tidak yakin bahwa dirinya punya talenta tersebut.

Bagaimana Memanfaatkan Talenta?
Jika Anda sudah yakin dan menemukan secercah gambaran talenta yang dimiliki, langkah selanjutnya adalah memanfaatkan talenta tadi.

Tahap pertama adalah persiapan. Bagian ini mengajarkan agar kita mempersiapkan diri dengan baik sampai talenta tersebut matang. Tahukah Anda apa yang dilakukan musisi terbaik agar bisa tampil maksimal dalam pertunjukan berdurasi 5 menit? Ya, dia berlatih habis-habisan berjam-jam sebelumnya. Tahukah Anda apa yang dilakukan oleh juara renang dunia yang berhasil memegang beberapa rekor terbaik? Dia mempersiapkan diri setiap hari sehingga menang dalam pertandingan yang hanya berlangsung 25 detik.

Tahap kedua adalah latihan yang teratur. Pepatah mengatakan “practice makes perfect.” Latihan yang baik dan benar akan mengasah talenta yang dimiliki dan membantu untuk menemukan kekuatan diri kita yang sebenarnya. Dengan latihan teratur sekaligus mengajarkan kedisiplinan.

Tahap ketiga adalah pantang menyerah. Ada kalanya talenta yang telah dipersiapkan dan diasah dalam berbagai latihan belum menunjukkan hasil yang maksimal. Kunci untuk mencapai ke sana adalah pantang menyerah dan terus menerus tanpa kenal lelah berjuang mengasah dan memperbaiki talenta yang kita miliki. Sikap ini yang akan memastikan talenta kita akan menciptakan kesuksesan yang langgeng. Tidak hanya menang sekali untuk kemudian tenggelam.

Meningkatkan Kualitas Talenta
Setelah berhasil memanfaatkan talenta, sekarang adalah waktunya untuk meningkatkan talenta tersebut sehingga lebih baik lagi dari sebelumnya. Ada beberapa hal yang bisa dilakukan untuk itu yakni:

Keberanian. Keberanian dalam mencoba sesuatu yang baru sekaligus menghitung resiko yang ada dengan cermat akan menunjukkan kekuatan talenta Anda yang sebenarnya. Coba perhatikan orang-orang besar di mana mereka berani melangkah dan mengambil tindakan yang orang lain mungkin akan ragu untuk melakukan. Namun keberanian tersebutlah yang membuat mereka berbeda dari orang lain sekaligus menunjukkan kekuatan talenta yang mereka miliki sebenar-benarnya.

Karakter. Ada orang yang berpotensi dan bertalenta tinggi namun memiliki sikap dan karakter yang kurang baik. Ingat, tanpa memiliki karakter yang baik dan kuat seseorang tidak akan bisa bertahan untuk masa yang panjang. Bisa jadi dia sukses hari ini dengan talentanya tapi akan segera redup karena kerendahan karakternya.

Terus Belajar. Memiliki talenta yang baik bukan berarti berhenti belajar melainkan terus menerus mengembangkan diri termasuk dari orang lain. Kesalahan besar yang dilakukan orang bertalenta adalah menganggap dirinya yang terbaik sehingga tidak merasa perlu belajar dari orang lain. Adapun sikap yang seharusnya dimiliki adalah membuka diri untuk terus belajar meskipun kita salah seorang ahli di bidang yang ditekuni tadi. Ingat, keahlian akan terus menguat seiring dengan proses belajar dan semakin melemah dengan tidak belajar.

Perbesar Dampak Talenta Anda
Jika kualitas talenta sudah mulai tampak dan berkembang, proses terakhir yang perlu dilakukan adalah bagaimana memperbesar dampak atau pengaruhnya. Hal ini dapat dilakukan dengan membina hubungan, tanggung jawab dan kerjasama.

Membina hubungan yang baik dengan orang lain yang juga bertalenta akan memberi pengaruh positif bagi diri. Adanya hubungan dengan orang lain akan membuka proses saling memberi dan saling menerima. Di sana terjadi proses saling mempengaruhi dalam hal yang positif.
Seorang yang benar-benar bertalenta harus bertanggung jawab, baik terhadap diri sendiri maupun masyarakatnya. Perhatikan banyak orang bertalenta namun tidak bertanggung jawab gagal karena keburukan tingkah laku mereka. Mereka yang tadinya dihargai dan dipuji berbalik dicerca karena tidak mengindahkan norma-norma yang berlaku di masyarakat.
Setiap diri kita pasti memiliki talenta apakah kita sudah mengenalinya atau belum. Temukanlah talenta tersebut dan miliki keyakinan akan talenta yang Anda miliki.

Kerjasama seringkali tidak mudah buat orang bertalenta karena merasa dirinya lebih dibandingkan orang lain. Padahal tidak ada orang bertalenta super sekalipun yang bisa mengalahkan sekelompok orang yang bekerjasama secara super. Dengan kerjasama akan memperbesar dampak dari talenta Anda sekaligus memberi nilai tambah bagi semua orang.

Penutup
Setiap orang unik dan hebat. Tuhan Maha Adil. Tidak mungkin orang tertentu hanya diberikan kelebihan saja sementara yang lain hanya diberikan kekurangan saja. Setiap diri kita pasti memiliki talenta apakah kita sudah mengenalinya atau belum. Temukanlah talenta tersebut dan miliki keyakinan akan talenta yang Anda miliki.

Hanya dengan tindakan yang tepat dan benar Anda akan bisa memanfaatkan talenta sehingga bermanfaat. Jangan cepat berpuas dan berbangga diri sebab jika Anda punya talenta, orang lain juga demikian. Maksimalkan talenta Anda, berbagilah dengan orang lain sekaligus ambil manfaat yang banyak dari orang di sekitar Anda.
Selamat menemukan talenta dan berkarya di bidang yang sesuai dengan kemampuan alami diri kita masing-masing.

Jika Anda ingin mendapat versi presentasi dari ringkasan yang saya buat, silakan download di sini.

Sumber:

Tuesday, January 18, 2011

Menolong Orang Tak Dikenal

Frank Daily menatap kebawah, ke tanah yang membeku. Dia menendang gumpalan salju, yang menghitam akibat asap buangan mobil, ke tepi jalan. Dia hanya berpura-pura saja mendengarkan obrolan temen-temennya, Norm dan Ed, sambil naik ke bus nomor 10 sepulang sekolah. Dia asal buka mulut saja untuk menjawab pertanyaan mereka : " Iya, ujian Milton tadi aku sukses ..., Nggak, aku nggak bisa malam ini. Aku mesti belajar."

Frank dan teman-temannya menghempaskan diri di kursi paling belakang di bus kota Milwaukee, bersama beberapa murid SMU lain, sebagian dari SMU yang berbeda. Bus itu menyemburkan asap kelabu dari belakang, dan bergerak ke barat di Jalan Blue Mound.

Frank duduk dengan lesu di kursinya. Tangannya menggantung dengan kedua ibu jarinya disisipkan di tengah-tengah ikat pinggangnya. Pada hari dingin kelabu seperti ini di bulan November yang lalu, dunianya hancur berantakan didepan matanya. Dia tahu bahwa kemampuannya bermain basket tidak kalah dengan kemampuan anak-anak lain. Ibunya pernah menyebutnya "atlet nomor wahid". Ketika dia masih kecil, ibunya menjulukinya "Search and Destroy" (Cari dan Hancurkan)". Dia tersenyum mengenang hal itu.

Bus itu menyentak dari sebuah tikungan, dan Frank langsung menekan sepatu Nike-nya ke lantai bus. Pasti gara-gara aku terlalu pendek, pikirnya. Pasti. Hanya satu enam puluh. Karena aku murid baru di SMU Marquette, dan baru kelas satu, Pak Pelatih Cuma melihatku sekilas saja dan langsung memutuskan aku terlalu kecil dan tak pantas jadi anggota tim basket.
Memang tidak mudah memulai di sekolah baru, apalagi di sekolah yang muridnya lelaki semua. Murid-murid yang paling besar cenderung membentuk geng sendiri. Bagi Frank semua itu terasa lebih sulit karena di SD dirinya selalu menjadi atlet bintang. Sekarang tampaknya dia bukan apa-apa.
Frank bukan saja hebat dalam atletik sebelum masuk ke SMU Marquette, dia juga hebat dalam politik dan sejarah di kelas lima dan enam. Dia masih ingat nasehat gurunya, Don Anderson : “Frank, kalau kamu menyisihkan waktu sama banyaknya belajar dan basket, kamu bisa hebat dalam kedua-duanya.”
Yaaa, pikir Frank, setidaknya Pak Anderson memang benar dalam hal belajar. Sejak rajin belajar nilaiku selalu A atau B. Lain lagi dengan basket.

Suara klakson yang nyaring dan decitan rem di belakang bus mengagetkan Frank. Dia menoleh pada Norm dan Ed. Norm menyandarkan kepalanya ke jendela dengan mata setengah terpejam. Hembusan nafasnya yang hangat membentuk lingkaran kabut di kaca jendela.

Frank menggosok-gosok matanya sendiri. Dia masih ingat betapa mules perutnya ketika ia menghampiri ruangan loker bulan lalu. Dia membaca daftar tim basket yang ditempelkan di pintu ruangan loker, berharap, mencari-cari namanya dengan panik. Ternyata tak ada. Namanya tak tercantum. Dia merasa seakan-akan lenyap ditelan bumi. Seakan-akan tak terlihat.
Bus itu berhenti mendadak di halte halaman County Institutions. Sopir bus berteriak menyuruh anak-anak diam terutama yang duduk di belakang. Frank memandang si sopir yang disebut “Kojak” karena kepalanya botak.

Seorang wanita yang hamil tua berpegangan pada pegangan tangan berwarna perak itu, lalu naik ke atas bus. Dia menjatuhkan diri duduk di kursi di belakang sopir. Kakinya terangkat keatas, dan Frank melihat kakinya hanya dibalut stoking.

Saat Kojak membelokkan busnya ke jalan, ia berteriak, “Ke mana sepatunya, Bu? Diluar ‘kan dingin sekali ? Pasti kurang dari 10 derajat.”
“Saya tak mampu beli sepatu,” jawab wanita itu. Dia menarik kerah mantel yang melindungi lehernya. Beberapa anak yang duduk dibelakang saling pandang sambil nyengir. “Saya naik bus supaya kaki saya hangat,” kata wanita itu lagi. “Kalau boleh, saya ingin ikut keliling dalam bus ini.”
Kojak menggaruk kepalanya yang botak dan berteriak, “Kenapa ibu tak mampu beli sepatu ?”
“Anak saya delapan. Semuanya perlu sepatu. Tak ada sisanya untuk saya. Tapi tak apa, Tuhan akan menjaga saya.”

Frank memandang sepatu basket Nike-nya yang masih baru. Kakinya terasa hangat dan nyaman, seperti biasanya. Lalu dia memandang wanita itu lagi. Kaus kakinya sudah sobek. Mantelnya, yang sudah kehilangan beberapa buah kancing, menumpuk diperutnya yang bengkak seperti bola basket dan ditutupi oleh baju lusuh.
Setelah itu, Frank tak mendengar apa-apa lagi. Dia tak sadar akan keberadaan Norm dan Ed. Yang dirasakannya hanyalah perasaan hangat dalam perutnya. Kata “tak terlihat” muncul berkali-kali dalam benaknya . Orang yang tak terlihat, tak berarti, terlupakan oleh masyarakat, tapi karena alasan lain, pikirnya.

Dia mungkin akan selalu mampu membeli sepatu. Wanita itu tidak. Di bawah kursinya, menekan ujung sebelah sepatunya ke tumit sepatu yang sebelah lagi, dan melepaskannya. Lalu dilakukannya hal yang sama pada sepatu yang sebelah lagi. Dia melihat disekelilingnya. Tak ada yang memperhatikan. Dia harus berjalan tiga blok di atas jalan bersalju. Tapi selama ini dia tidak terlalu merasa terganggu oleh rasa dingin. Ketika bus itu berhenti diakhir trayeknya, Frank menunggu sampai semua orang turun. Lalu cepat dia membungkuk dan mengambil sepatu basketnya. Cepat-cepat dia berjalan ke arah wanita tadi, dan memberikan sepatu kepadanya. Dia menunduk dan berkata, “Ini Bu, Ibu lebih membutuhkannya ketimbang saya.”
Lalu Frank bergegas ke pintu dan turun. Kakinya terbenam dalam genangan air. Tak mengapa. Dia sama sekali tak kedinginan. Dia mendengar teriakan wanita itu. “Lihat ! Sepatunya pas sekali !”
Lalu dia mendengar Kojak memanggilnya, “Hei, Nak ! Sini! Siapa Namamu ?”
Frank berbalik, menghadapi Kojak. Pada waktu yang sama Norm dan Ed menanyakan dimana sepatunya.
Pipi Frank memerah. Dia kebingungan menghadapi si Kojak, teman-temannya, dan wanita itu. “Frank Daily,” katanya perlahan. “Nama saya Frank Daily.”
“Well, Frank, “kata si Kojak, “Sudah 20 tahun saya jadi sopir bus. Belum pernah sekalipun saya mengalami hal seperti ini.”
Wanita itu menangis. “Terimakasih, anak muda,” katanya.
Memberikan kesenangan kepada sebuah hati dengan sebuah tindakan masih lebih baik daripada seribu kepala yang menunduk berdoa.

Dikutip dari:

Maafkan Jika Aku Mengeluh

Hari ini, di sebuah bus, aku melihat seorang gadis cantik dengan rambut pirang.
Aku iri melihatnya. Dia tampak begitu ceria, dan kuharap aku pun sama.
Tiba-tiba dia terhuyung-huyung berjalan.
Dia mempunyai satu kaki saja, dan memakai tongkat kayu.
Namun ketika dia lewat - tersenyum.

Oh Tuhan, maafkan aku bila aku mengeluh.
Aku punya dua kaki. Dunia ini milikku.


Aku berhenti untuk membeli bunga lili.
Anak laki-laki penjualnya begitu mempesona.
Aku berbicara padanya. Dia tampak begitu gembira.
Seandainya aku terlambat, tidaklah apa-apa.
Ketika aku pergi, dia berkata, "Terima kasih. Engkau sudah begitu baik.
Menyenangkan berbicara dengan orang sepertimu. Lihat saya buta."

Oh Tuhan, maafkan aku bila aku mengeluh.
Aku punya dua mata. Dunia ini milikku.

Lalu, sementara berjalan. Aku melihat seorang anak dengan bola mata biru.
Dia berdiri dan melihat teman-temannya bermain.
Dia tidak tahu apa yang bisa dilakukannya.
Aku berhenti sejenak, lalu berkata, "Mengapa engkau tidak bermain dengan yang lain, nak ?"
Dia memandang ke depan tanpa bersuara,lalu aku tahu dia tidak bisa mendengar.

Oh Tuhan, maafkan aku bila aku mengeluh.
Aku punya dua telinga. Dunia ini milikku.

Dengan dua kaki untuk membawa aku ke mana aku mau.
Dengan dua mata untuk memandang mentari terbenam.
Dengan dua telinga untuk mendengar apa yang ingin kudengar.

Oh Tuhan, maafkan aku bila aku mengeluh.
Sumber:
Content di kutip dari  berbagai sumber;

Saturday, January 15, 2011

The Shoes Story

(Positive thinking, Negative thinking, Attitude, Perspective, Mindset)

You will perhaps have heard this very old story illustrating the difference between positive thinking and negative thinking:

Many years ago two salesmen were sent by a British shoe manufacturer to Africa to investigate and report back on market potential.
The first salesman reported back, "There is no potential here - nobody wears shoes."
The second salesman reported back, "There is massive potential here - nobody wears shoes."

This simple short story provides one of the best examples of how a single situation may be viewed in two quite different ways - negatively or positively.

We could explain this also in terms of seeing a situation's problems and disadvantages, instead of its opportunities and benefits.

When telling this story its impact is increased by using exactly the same form of words (e.g., "nobody wears shoes") in each salesman's report. This emphasises that two quite different interpretations are made of a single     situation.

Source:
http://www.businessballs.com/stories.htm#the-shoes-story

Recent Comments