Friday, July 17, 2009

Retrospective an Event

Reconstruction of Event Modeling: An opinion of The Interrelated Transaction
Catch The Even as Global View, Then Follow The Chain...Find a Playwright
By Fahmi G










  • Who is behind the scene?
  • Can we take from action/real event to review and get the original scenario?
  • Get the Director and get the playwright!
  • Don't miss a chain...

Sunday, July 05, 2009

Penggalan Cerita "Great Leadership": Umar Bin Abdul Aziz

1. SANG FISKALIS

"Tugas Negara adalah mengubah teori menjadi kenyataan, mengubah norma menjadi undang-undang, dan memindahkan keindahan etika menjadi praktek sehari-hari."
(Yusuf Qardhawi)

------------------------------------------------------
I
bnu Abdil Hakam meriwayatkan, Yahya bin Said, seorang petugas zakat di penghujung abad pertama hijriah berkata, ‘’Saya pernah diutus Umar bin Abdul Aziz untuk memungut zakat ke Afrika. Setelah memungutnya, saya bermaksud memberikan kepada orang-orang miskin. Namun saya tidak menjumpai seorang pun. Umar bin Abdul Aziz telah menjadikan semua rakyat pada waktu itu berkecukupan.’’

Abu Ubaid mengisahkan, Umar bin Abdul Aziz mengirim surat kepada Hamid bin Abdurrahman, Gubernur Irak agar membayar semua gaji dan hak rutin di provinsi itu. ‘’Saya sudah membayarkan semua gaji dan hak mereka. Namun di Baitul Mal masih banyak uang”. Khalifah Umar memerintahkan. ‘’Carilah orang yang dililit utang tetapi tidak boros. Berilah ia uang untuk melunasi utangnya.’’

Abdul Hamid kembali menyurati Kalifah Umar. ‘’Saya sudah membayar utang mereka, tetapi di Baitul Mal masih banyak uang.’’ Khalifah memerintah lagi. ‘’Kalau ada orang lajang yang tidak memiliki harta, lalu dia ingin menikah, nikahkan dia dan bayarlah maharnya.’’ Abdul Hamid sekali lagi menyurati Khalifah, ‘’Saya sudah menikahkan semua yang ingin nikah. Namun, di Baitul Mal ternyata masih banyak uang.’’

Kisah di atas adalah sepenggal kisah khalifah kelima—demikian sejarawan muslim menjuluki Umar bin Abdul Aziz karena keistimewaannya sebagai khalifah yang mirip dengan empat khulafaur rasyidin sebelumnya—di antara tiga puluh bulan masa kepemimpinannya. Tidak lama memang, namun dalam masa itu Umar bin Abdul Aziz berhasil mengelola negara dan memanifestasikan hadits Nabi SAW, “Seorang imam (khalifah) adalah pemelihara dan pengatur urusan (rakyat), dan dia akan diminta pertanggungjawabannya terhadap rakyatnya.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Keberhasilan dalam menciptakan kesejahteraan masyarakat inilah yang membuat Umar bin Abdul Aziz tidak hanya layak disebut sebagai pemimpin negara, tetapi juga sebagai fiskalis muslim yang mampu merumuskan, mengelola, dan mengeksekusi kebijakan fiskal pada masa kekhalifahannya. Barangkali, istilah fiskal memang belum dikenal pada masa itu karena istilah ini baru digunakan pada abad 20 sebagai respon sistem ekonomi kapitalis atas depresiasi ekonomi yang melanda dunia pada tahun 1930.

Negara-negara Kapitalis menghadapi permasalahan yang besar dengan turunnya pendapatan pemerintah, perekonomian yang lesu, pengangguran yang meluas, dan inflasi. Kebijakan moneter yang selama ini digunakan pemerintah untuk menstabilkan ekonomi tidak dapat mengatasi depresi ekonomi. Sampai akhirnya John M. Keynes pada tahun 1936 menerbitkan bukunya yang terkenal The General Theory of Employment, Interest and Money. Buku Keynes ini merupakan peletak dasar diberlakukannya kebijakan fiskal oleh negara yang pada saat itu digunakan untuk mengatasi depresi ekonomi terutama di Amerika Serikat.

Jauh sebelum Keynes mencanangkan kebijakan fiskal untuk mengelola keuangan negara, distribusi kekayaan, dan menciptakan kesejahteraan, Umar bin Abdul Azizi telah membuktikan bahwa tak satu pun rakyatnya merasa kekurangan karena kesejahteraan yang merata. Kisah di awal tulisan ini jelas memberikan gambaran bahwa kebijakan Umar bin Adbul Aziz berhasil membangun kejayaan Dinasti Umayyah pada tahun 99-102H/717-720M.

Umar bin Abdul Aziz layak disebut fiskalis muslim karena memilki kebijakan pengelolaan keuangan negara yang relatif matang pada masanya. Hal ini dapat dilihat dari pengelolaan penerimaan negara yang meliputi pajak, zakat, khums (bagian seperlima), dan distribusi pengeluaran negara yang meliputi belanja pegawai, belanja peralatan administrasi negara, pendidikan, dan distribusi zakat.

Umar bin Abdul Aziz memiliki pandangan bahwa menciptakan kesejahteraan masyarakat bukan dengan cara mengumpulkan pajak sebanyak-banyaknya seperti yang dilakukan oleh para khalifah Bani Umayyah sebelum Umar, melainkan dengan mengoptimalkan kekayaan alam yang ada, dan mengelola keuangan negara dengan efektif dan efisien. Umar bin Abdul Aziz akan langsung menegur gubernur atau pegawainya yang boros dalam menggunakan anggaran negara, seperti kutipan surat Umar bin Abdul Aziz kepada Muhammad bin Amru bin Hazm, Gubernur Madinah:

“Amma ba’du. Telah aku baca suratmu kepada Sulaiman bahwa para amir kota sebelum kamu telah diberi lilin jenis begini dan begini, dan diberi jatah kertas untuk kebutuhan kaum Muslimin. Mereka menjadikan lilin itu sebagai penerang saat mereka keluar. Aku merasa tersiksa atas jawabanmu di dalamnya. Sungguh aku telah berjanji padamu, wahai Muhammad bin Amru bin Hazm, agar kamu keluar dari rumahmu dalam keadaan gelap gulita tidak memakai penerang. Sungguh, kamu dulu lebih baik daripada kamu sekarang dan lentera yang rusak sudah bisa membuatmu cukup. Dan, jika datang padamu tulisanku ini, ketatkanlah tulisan dengan pena, kumpulkanlah tulisan, dan kumpulkanlah tulisan mengenai kebutuhan yang banyak dalam satu lembar kertas. Sesungguhnya, kaum Muslimin tidak perlu perkataan detail yang mengancam Baitul Mal mereka dengan pemborosan yang tidak perlu. Wassalamu’alaik.”

Surat di atas merupakan salah satu bentuk komitmen Umar bin Abdul Aziz bahwa dalam merumuskan kebijakan perlu pengawalan yang ketat agar tujuan dari kebijakan tersebut benar-benar dapat dicapai. Hal ini terbukti dari kemampuan Umar bin Abdul Aziz memindahkan teori, norma, dan keindahan etika menjadi kenyataan, undang-undang, dan kesejahteraan bagi masyarkat seperti ungkapan Yusuf Qardhawi di awal tulisan ini.
Tentu, masih banyak lagi fakta sejarah yang menujukkan bahwa umar tidak hanya seorang pemimpin negara yang luar biasa, tetapi ia juga seorang fiskalis muslim yang memberikan inspirasi dan dasar bagi pengembangan ekonomi Islam selanjutnya. Sang fiskalis yang mampu membuat kenangan, hingga orang-orang pun berkisah, “Dia tidak wafat, kecuali setelah membuat seluruh rakyatnya kaya.” (Abdullah bin Abdul Hakam dalam Biogafi Umar bin Abdul Aziz, alih bahasa, Habiburrahman Syaerozie, hal. 88-89). Sebuah kesan, sekaligus tantangan bagi para ekonom muslim saat ini untuk mewujudkan kembali kejayaan ekonomi umat dan kesejahteraan masyarakat dunia.

2. Latar Belakang Kekhalifahan Umar bin Abdul Aziz

Kedekatan Umar dengan Sulaiman

Sulaiman bin Adbul-Malik merupakan sepupu langsung dengan Umar. Mereka berdua sangat erat dan selalu bersama. Pada masa pemerintahan Sulaiman bin Abdul-Malik, dunia dinaungi pemerintahan Islam. Kekuasaan Bani Umayyah sangat kukuh dan stabil.

Suatu hari, Sulaiman mengajak Umar ke markas pasukan Bani Umayyah.
Sulaiman bertanya kepada Umar "Apakah yang kau lihat wahai Umar bin Abdul-Aziz?" dengan niat agar dapat membakar semangat Umar ketika melihat kekuatan pasukan yang telah dilatih.

Namun jawab Umar, "Aku sedang lihat dunia itu sedang makan antara satu dengan yang lain, dan engkau adalah orang yang paling bertanggung jawab dan akan ditanyakan oleh Allah mengenainya".

Khalifah Sulaiman berkata lagi "Engkau tidak kagumkah dengan kehebatan pemerintahan kita ini?"
Balas Umar lagi, "Bahkan yang paling hebat dan mengagumkan adalah orang yang mengenali Allah kemudian mendurhakai-Nya, mengenali setan kemudian mengikutinya, mengenali dunia kemudian condong kepada dunia".
Jika Khalifah Sulaiman adalah pemimpin biasa, sudah barang tentu akan marah dengan kata-kata Umar bin Abdul-Aziz, namun beliau menerima dengan hati terbuka bahkan kagum dengan kata-kata itu.

Fatimah binti Abdul Malik bin Marwan dibesarkan dalam sekolah Islam dan terdidik dengan ilmu Al-Qur’an. Ayahnya adalah seorang khalifah. Abdul Malik bin Marwan dan suaminya juga seorang khalifah, yakni Umar bin Abdul Aziz. Keempat saudaranya pun semua khalifah, yaitu Al Walid Sulaiman, Al Yazid, dan Hisyam. Ketika Fatimah dipinang untuk Umar bin Abdul Aziz, pada waktu itu Umar masih layaknya orang kebanyakan bukan sebagai calon pemangku jabatan khalifah. Sebagai putera dan saudari para khalifah, perkawinan Fatimah dirayakan dengan resmi dan besar-besaran, dan ditata dengan perhiasan emas mutu-manikam yang tiada ternilai indah dan harganya. Namun sesudah perkawinannya usai, sesudah Umar bin Abdul Aziz diangkat menjadi khalifah dan Amirul Mukminin, Umar langsung mengajukan pilihan kepada Fatimah, isteri tercinta. Umar berkata kepadanya, “Isteriku sayang, aku harap engkau memilih satu di antar dua.” Fatimah bertanya kepada suaminya, “Memilih apa, kakanda?” Umar bin Abdul Azz menerangkan, “Memilih antara perhiasan emas berlian yang kau pakai atau Umar bin Abdul Aziz yang mendampingimu.” “Demi Allah,” kata Fatimah, “Aku tidak memilih pendamping lebih mulia daripadamu, ya Amirul Mukminin. Inilah emas permata dan seluruh perhiasanku.” Kemudian Khalifah Umar bin Abdul Aziz menerima semua perhiasan itu dan menyerahkannya ke Baitulmal, kas Negara kaum muslimin. Sementara Umar bin Abdul Aziz dan keluarganya makan makanan rakyat biasa, yaitu roti dan garam sedikit.

Pada suatu hari raya puteri-puterinya datang kepadanya, “Ya Ayah, besok hari raya. Kami tidak punya baju baru…”. Mendengar keluhan puteri-puterinya itu, khalifah Umar berkata kepada mereka. “Wahai puteri-puteriku sayang, hari raya itu bukan bagi orang yang berbaju baru, akan tetapi bagi yang takut kepada ancaman Allah.”

Mengetahui hal tersebut, pengelola baitulmal berusaha menengahi, “Ya Amirul Mukminin, kiranya tidak akan menimbulkan masalah kalau untuk baginda diberikan gaji di muka setiap bulan.” Umar bin Abdul Aziz sangat marah mendengar perkataan pengurus Baitulmal. Ia berkata, “Celaka engkau! Apakah kau tahu ilmu gaib bahwa aku akan hidup hingga esok hari!?”

Ketika ajalnya hampir tiba, beliau meninggalkan 15 orang anak lelaki dan perempuan. Banyak keluarganya yang datang menanyakan apa yang ditinggalkannya pada keluarganya. Jawaban Umar bin Abdul Azis ialah, “Aku tinggalkan untuk mereka ketaqwaan pada Allah. Kalau mereka tergolong orang yang shaleh, maka Allah telah menjamin akan mengayomi mereka. Tetapi kalau mereka tergolong orang yang tidak sholeh, aku tidak akan meninggalkan apa pun yang bisa mereka gunakan untuk bermaksiat pada Allah.”

Demikianlah Umar bin Abdul Aziz menginggalkan dunia yang fana ini. Dia digantikan oleh iparnya, Yazid bin Abdul Malik.

Pada suatu hari Yazid memanggil saudarinya, Fatimah seraya berkata, “Fatimah, aku tahu suamimu, Umar bin Abdul Aziz telah merampas semua perhiasanmu dan memasukkannya ke Baitulmal. Kalau engkau mau, maka akan kukembalikan lagi perhiasan itu kepadamu.” Dengan tegas Fatimah menjawab, “Ya Yazid, apakah kau hendak memaksaku mengambil apa yang oleh Amirul Mukminin Umar bin Abdul Aziz telah diberikan kepada Baitulmal? Demi Allah yang tiada Tuhan selain Dia, aku tidak akan menaatinya pada waktu hidup dan menggusarkannya sesudah beliau meninggal dunia walaupun hanya sedikit.”

Sumber:
http://ppsdms.org/ibp-angga-antagia-umar-bin-abdul-aziz-sang-fiskalis-muslim.htm
http://www.oaseislam.com/modules.php?name=News&file=article&sid=191
http://id.wikipedia.org/wiki/Umar_bin_Abdul-Aziz

Recent Comments