Friday, February 26, 2010

Activity Based Management Approach - Basic Concept


Suatu hari teman saya seorang eksekutif dari suatu perusahaan menyeletuk disela-sela diskusi saat kami sedang menangani salah satu proyek mereka. Mereka berkeluh kesah karena apa yang selama ini mereka usahakan ketika terjadi konsolidasi di level SBU mereka, ternyata dibebani suatu alokasi yang kurang tepat, menurut mereka. Padahal margin operasi mereka cukup lumayan besar, akan tetap setelah alokasi tersebut ternyata margin mereka menyusut drastis.

Saya teringat saat dulu bekerja disuatu perusahaan dimana mereka memiliki 5 SBU. Kondisinya sama persis, dimana pada saat terjadinya lonjakkan penjualan yang besar, maka beban alokasi yang mereka terima juga besar, termasuk SBU dimana saya bekerja. Bahkan seorang expatriate sempat kecewa, karena seakan-akan performance mereka menjadi tidak baik. Padahal pada saat operating margin mereka terlihat baik, namun setelah adanya corporate charge, ternyata nilainya cukup signifikan menggerus nilai margin/laba. Padahal, yang dilihat dari corporate adalah Margin Bersih sebelum Pajak atas kinerja SBU tersebut. Sedih memang, namun apa mau dikata, karena tidak mudah untuk memperbaiki atau merubah kebiasaan yang ada serta mencari bentuk pelaporan manajemen memuaskan semua pihak.

Namun dibawah ini saya coba menyajikan suatu pendekatan yang bukan baru yang dinamakan pendekatan Activity Based Management didalam mengalokasikan biaya-biaya tidak langsung. Pendekatan ini bukan murni pendekatan ABM yang berasal dari ABC, namun direkayasa sedemikian rupa untuk mempermudah pengertian dari cost driver atau, biaya yang memicu suatu kejadian transaksi. Dengan kata lain, suatu biaya itu timbul dan dikorelasikan dengan trigger atas sesuatu penyebab yang cukup signifikan.

Tentu saja analisis diblog ini tidak sempurna, namun diharapkan bisa memberi kejelasan suatu konsep pemikiran mengenai pendekatan ABM didalam pengalokasian biaya-biaya support ke suatu SBU.



Definisi dari Activity-Based Management (ABM)

ABM adalah suatu disiplin yang memfokuskan pada manajemen kegiatan agar dapat dilakukan perbaikan yang berkesinambungan, baik pada nilai yang diterima oleh pelanggan maupun laba yang diperoleh dengan memberikan nilai. ABM terdiri atas analisis pemacu biaya, analisis kegiatan, dan analisis kinerja, serta menggunakan ABC sebagai sumber utama data dan informasi.

ABC memberikan informasi untuk memanajemeni kegiatan dengan menggunakan data ABC dan alat lain agar dapat dilakukan perbaikan yang berkesinambungan. ABM dinyatakan sebagai suatu metode yang tidak hanya untuk memberikan laporan biaya tetapi juga untuk memanajemeninya. Tetapi jangan menyamakan memanajemeni dengan mengendalikan. Data ABC atau ABM digunakan lebih banyak untuk pembuatan rumus-rumus yang sifatnya ramalan daripada untuk pengendalian. Sekarang penggunaan data biaya untuk pengendalian mengalami kemunduran karena adanya umpan balik yang lebih cepat yang diperoleh dari manajemen mutu terpadu (total quality management), seperti praktek-praktek pengendalian proses secara statistik, atau dari waktu riil, sistem informasi terpadu (integrated information system).

Estimasi dalam ABC / ABM memberikan tempat untuk uji kredibilitas karena materialitas dan relevansi biaya dipertimbangkan di dalam tahap desain. Lebih lanjut, hukum Pareto yang menyatakan bahwa “yang sedikit mewakili yang banyak” biasa dipakai untuk memahami sifat-sifat biaya.

CONTOH KASUS SEDERHANA


PT ABC merupakan service company (perusahaan jasa) yang memiliki wilayah kerja di Jakarta, Kalimantan dan Bali. Mereka memberikan service kepada customer berdasarkan keinginan pelanggannya.


Struktur organisasi PT ABC cukup rumit. PT ABC memiliki 3 SBU (SBU IT & Telekomunikasi, SBU Agribisnis dan SBU Gas and Oil), 3 cabang wilayah kerja (Jakarta, Kalimantan dan Bali) dan 4 Divisi support (Finance, IT, SDM dan Executive).
Gambar 1-1 dibawah ini menjelaskan struktur organisasi di PT ABC (klik Gambar untuk melihat lebih besar).



Divisi merupakan cost centre dimana mereka bukanlah sesuatu yang bisa mendapatkan revenue atau profit dari aktivitas sehari-hari mereka. SBU (strategic business unit) adalah suatu kesatuan organisasi yang memiliki batasan tujuan strategi bisnis dan mempunyai seorang manajer dibantu tenaga penjualan dan menjadi pengumpul kekayaan/keuntungan yang dapat dipertanggungjawabkan.

Cabang sendiri merupakan revenue center dimana kegiatan-kegiatan operasional ada dicabang tersebut. Setiap SBU dapat beraktivitas dicabang-cabang tersebut seperti terlihat pada gambar 1-1 diatas, dimana matrix dari kegiatan bisnis SBU bisa jadi disetiap cabang, sehingga cabang memiliki laporan R/L dan SBU juga memiliki laporan R/L untuk menilai performance mereka.

Masalah menjadi pelik, ketika charging atas biaya-biaya cabang maupun divisi di alokasikan ke setiap SBU berdasarkan % dari revenue. Karena itu berarti, kenaikan revenue akan menaikan beban yang di absorb oleh SBU yang bersangkutan. Sedangkan, belum tentu setiap biaya yang ada dicabang maupun di divisi diakibatkan oleh SBU yang bersangkutan (khususnya triger atas penjualan/sales).

Untuk memudahkannya, diberi ilustrasi dibawah ini mengenai laporan keuangan dari PT ABS bulan berjalan seperti yang terlihat pada tabel 1-1
(klik Gambar untuk melihat lebih besar).



Table 1-1 diatas menyajikan revenue dan expenses setiap SBU dan cabang serta expenses untuk tiap divisi. Informasi revenue sudah dipisahkan dari tiap-tiap cabang ke masing-masing SBU. Sedangkan biayanya masih biaya langsung yang terjadi baik di masing-masing SBU maupun cabang dan divisi (belum ada alokasi dari cabang dan divisi ke SBU).

PT ABC kemudian melakukan alokasi seperti biasanya dari setiap cabang dan divisi kemasing-masing SBU melalui mekanisme direct allocation yang berdasarkan persentase penjualan. Mari kita lihat seperti apa yang akan terjadi atas laporan keuangan masing-masing SBU (klik Gambar untuk melihat lebih besar).



Perhatikan bahwa, Gas – Oil memiliki revenue sebesar Rp. 20.4 Miliar dengan operating cost sebelum alokasi sebesar Rp. 12.5 Miliar yang menghasilkan margin operasi sebelum alokasi sebesar 38.55 %. PT ABC melakukan alokasi biaya-biaya dari cabang maupun divisi kemasing-masing SBU berdasarkan nilai sales mereka. Sehingga, SBU Gas – Oil mendapatkan alokasi sebesar Rp. 4.3 Miliar dari cabang dan Rp. 2.9 Miliar dari Divisi. SBU Agri mendapatkan alokasi sebesar Rp. 1.1 Miliar dari cabang darn Rp. 779 juta dari divisi. Sedangkan SBU IT dan Telekomunikasi mendapatkan alokasi sebesar Rp. 5.3 Miliar dari Cabang dan Rp. 3.6 Miliar dari Divisi.

Atas alokasi tersebut, margin SBU Gas – Oil mengalami penurunan yang signifikan dari 38.55% margin operasi sebelum alokasi menjadi 3.11 % margin operasi setelah alokasi dari divisi dan cabang. Sedangkan margin kedua SBU lainnya hamper setengahnya dari margin sebelumnya. Dalam hal ini, business manager SBU Oil – Gas mempertanyakan, kenapa margin mereka turun drastic sekali lebih dari setengahnya. Tentu saja, jika dibiarkan seperti ini, maka mereka lambat laun akan menjadi kurang bergairah meningkatkan performance. Karena mereka merasa bahwa apapun yang mereka lakukan untuk meningkatkan revenue, at the end, mereka akan dibebankan oleh sesuatu yang tidak mereka mengerti yang mengakibatkan kinerja mereka secara keselurahan menjadi tidak baik.
Mereka mempertanyakan, apakah semua biaya-biaya di divisi dan cabang merupakan refleksi langsung atas kemampuan mereka menaikkan pendapatan? Seberapa besar porsi cabang dan divisi memberikan kontribusi kepada SBU mereka? Apakah disetiap cabang (terlebih cabang yang memiliki expenses besar) merupakan refleksi dari kegiatan SBU mereka?

Pertanyaan yang mudah, namun sulit sekali dijawab jika tidak berdasarkan data yang akurat.


Dibawah ini disajikan informasi tambahan mengenai cost driver dan informasi-informasi lainnya yang akan digunakan untuk menganalisis lebih jauh. Namun perlu diperhatikan bahwa data ini hanya bersifat memberikan kemudahan bukan mutlak memiliki korelasi yang erat. Beberapa mesti di adjust/sesuaikan dengan sifat dari aktivitas dan biaya itu sendiri (misalnya biaya depresiasi seharusnya berhubungan dengan luas ruangan, jumlah kendaraan, ataupun fasilitas-fasilitas lainnya yang dimiliki oleh PT ABC). Namun demi kemudahan ilustrasi, maka data yang disediakan dianggap memiliki hubungan dekat dengan biaya-biaya yang terjadi seperti tabel 1-3 dan 1-4 dibawah ini (klik Gambar untuk melihat lebih besar).



Setelah melakukan analisis dengan seksama, Manajemen PT ABC memperoleh informasi seperti tabel 1-3 dan 1-4 diatas. Para staff diminta untuk melakukan verifikasi dan validitas informasii mengenai jumlah order/proyek per SBU per cabang. Mereka juga diminta untuk melakukan analisis berapa jumlah invoice yang diterbitkan selama periode tersebut. Termasuk didalam analisisnya adalah berapa jumlah project manajer ditiap-tiap SBU dan cabang serta informasi lainnya seperti tertera pada tabel diatas.

Business controller Oil – Gas menekankan bahwa, jumlah order/proyek ini merepresentasikan jumlah kerja bisnis support lainnya. Semakin banyak order, maka semakin banyak tenaga atau effort yang harus dilakukan disisi bisnis support untuk melakukan masalah administrasi dan pekerjaan yang berhubungan dengannya. Dengan kata lain, kontribusi bisnis support terhadap proyek di SBU tersebut cukup berkaitan erat. Maka pembagi berdasarkan revenue bukanlah hal yang seharusnya dilakukan terhadap biaya-biaya pegawai dari bisnis support yang berkaitan. Tetapi jumlah proyek/orderlah yang berkaitan erat dengan timbulnya kegiatan tersebut. Mengapa bukan revenue? Padahal order/proyek nantinya menjadi revenue. Alasannya sederhana saja, yaitu:


  • Tidak semua order/proyek akan segera menjadi revenue. Bisa jadi mereka berada pada stage processing dan belum di invoice atau belum di lakukan perhitungan POC (Percentage of Completion) atas proyek tersebut (untuk system accrual basis). Kemudian, Revenue adalah hasil tidak langsung dari proyek/order. Aktivitas untuk mendapatkan revenue dilakukan didalam penyelesaian order/proyek sehingga order/proyek tersebut diakui sebagai revenue. Sehingga aktivitas tsb lah yang menjadi dasar trigger biaya yang timbul.
  • Bisa jadi suatu SBU memiliki proyek yang banyak, namun nilainya kecil. Sehingga aktivitas masalah administrasi dan support lainnya semakin banyak. Atau kebalikan, bisa jadi suatu SBU memiliki jumlah ptoyek/order sedikit, namun nilainya besar, sehingga aktivitas dari bagian yang berkaitan juga tidak banyak (volume diversity).
Perhatikan bahwa, jumlah proyek yang ditangani oleh SBU Gas – Oil tidak sebanyak proyek yang ada di SBU Agri maupun IT dan Telecomunication. Proyek/Order Gas – Oil hanya 5 dengan jumlah invoice 10. Namun Revenue mereka besar atas proyek/order tersebut. Sedangkan SBU Agri proyek/ordernya berjumlah 10 dengan invoice sebanyak 15 (lebih banyak dari SBU Gas – Oil). Seharusnya biaya yang dilekatkan atas aktivitas-aktivitas yang dilakukan di sisi support seharusnya tidak sebanyak SBU Gas – Oil dibandingkan SBU Agri maupun SBU IT dan Telco. Begitu juga dengan informasi-informasi lainnya dioleh berdasarkan analisis tersebut.

Manajemen PT ABC akhirnya mencoba untuk melakukan perhitungan kembali untuk pengalokasian biaya-biaya dari cabang maupun divisi.


Informasi dibawah ini pada tabel 1-5 menyajikan laporan keuangan yang direvisi berdasarkan kegiatan tersebut (klik Gambar untuk melihat lebih besar).



Setalah dialokasikan menurut cost driver yang tepat (berdasarkan informasi yang diperoleh), maka Margin operasi SBU Gas – Oil menjadi sebesar 11.27 % naik dari margin sebelumnya berdasarkan alokasi dari persentase (%) penjualan. Sedangkan margin SBU Agri mengalami penurunan menjadi 4.1 %. Dibawah ini disajikan perbandingan antara Direct Allocation berdasarkan persentase penjualan dengan ABM Approach pada tabel 1-6 (klik Gambar untuk melihat lebih besar).



Kesimpulan:

Bahwa alokasi berdasarkan Activity Based Management Approach akan memiliki nilai validasi dan reliable yang lebih signifikan dibandingakn alokasi secara abritase berdasarkan persentase penjualan secara umum jika suatu korporasi memiliki lebih dari 1 SBU maupun cabang dan divisi. Karena prilaku biaya itu tidak sama satu dengan lainnya. Lazimnya, input dan output itu tergantung dari proses yang dijalani dan terkait dengan aktivitas-aktivitas yang menimbulkan biaya.

Recent Comments