Sunday, August 08, 2010

Sekelumit Cerita Mulia

Allah Memuliakan Orang Pemaaf
Dan hendaklah mereka memaafkan dan berlapang dada. Apakah kamu tak ingin Allah mengampunimu ? Dan Allah Maha Pengampun lagi Penyayang (QS 24 :23). Suatu ketika, Rasullah SAW berkumpul dengan sejumlah sahabat dan bersabda ,' Maukah kalian saya beritahukan tentang sesuatu yang denganya Allah memuliakan (manusia ) dan mengangkat derajatnya ?' Serempak mereka menjawab, 'Tentu, wahai Rasulullah.' Lalu utusan Allah ini melanjutkan, ' Kalian bersabar terhadap orang yang tidak mengenalmu. Kalian memaafkan orang yang pernah menganiayamu. Kalian memberi (sesuatu) kepada orang yang tak pernah memberimu. Dan kalian menyambung kembali tali silaturrahmi orang yang telah memutuskannya denganmu.' Nabi Muhammad SAW sendiri dikenal sebagai orang yang sangat pemaaf. Ketika diminta untuk mengecam dan mengutuk orang-orang musyrik, beliau justru menolaknya, seraya berkata,'Aku tidak diutus sebagai tukang kutuk, tetapi sebagai pembawa rahmat buat semesta alam.' (HR Muslim) Dalam hadis lain Nabi Akhir zaman ini berkata ,' Tidak ada kelembutan yang paling disenangi Allah melebihi kelembutan dan kasih sayang seorang pemimpin. Dan tidak ada kebodohan yang paling dibenci oleh Allah melebihi kebodohan dan kepandiran seorang pemimpin.' Tidak ada kelembutan yang paling disenangi Allah melebihi kelembutan dan kasih sayang seorang pemimpin. Dan tidak ada kebodohan yang paling dibenci oleh Allah melebihi kebodohan dan kepandiran seorang pemimpin.' Untuk itu Rasulullah SAW telah memberi teladan yang pas. Sampai-sampai Allah memuji jiwa kepemimpinannya, bahwa beliau adalah seorang lembut, tidak keras dan pemaaf. Bahkan selanjutnya Allah menyebut bahwa Rasulullah SAW tidak hanya pemaaf melainkan juga suka meminta maaf kesalahan umatnya kepada Allah. Kemudian beliau merangkul mereka dengan cara mengajak ikut serta dalam musyawarah (Ali Imran 159). Simak pula sikap sahabat Nabi, Abu Bakar Shiddiq. Untuk menghancurkan kekuatan umat Nabi Muhammad SAW, tokoh munafik Abdullah bin Ubay menyebarkan fitnah, bahkan Siti Aisyah telah berbuat negatif. Cepat sekali issu itu menyebar. Sampai-sampai Abu Bakar sebagai ayah dari Siti Aisyah menjadi gelisah, lantaran sahabat karibnya Masthah juga ikut menyebarkan berita tidak enak tersebut. Padahal selama ini Masthah telah banyak dibantu kebutuhan hidupnya oleh sahabat utama Nabi itu. Semula Abu Bakar sudah ingin memutus tali silaturrahim dengan sahabat karibnya Masthah. Ternyata niat Abu Bakar ini tidak diperkenankan Tuhan. Lalu turunlah ayat di atas. (QS 24:22). Dan menjadi lembutlah hati Abu Bakar. Sikap khalifah pertama ini bercermin pada perilaku uswah hasanah Rasulullah SAW. Nabi tak pernah dendam, dengki, atau benci, sekalipun hati beliau sering disakiti karena berkali-kali ditimpa hasutan dan fitnah orang kafir dan musyrik Quraisy. Malah beliau bersikap baik dan memaafkan, termasuk kepada Abdullah bin Ubay tadi. Dengan teguran ayat Al Quran 24-22 itu, Abu Bakar segera memaafkan kerabatnya Masthah. Ia kembali berhubungan dengan memberikan bantuan kepadanya seperti sedia kali, sambil berkata,' Aku suka Allah memberikan ampunan kepadamu.' Menebar rasa cinta kasih dan pemaaf haruslah menyeluruh, tidak pandang bulu, bahkan kepada para preman atau bangsat sekalipun. Kepada mereka, kita tidak boleh mengutuk dan mengumbar dendam. Rasulullah SAW bahkan, menyuruh kita prihatin dan mendoakan mereka :' Ya Allahumma irhamhu, Allahumma tub alaihi' (Ya Allah, kasihanilah dia. Ya Allah, ampunilah dia). Kasih sayang dan pemaaf juga berarti kita berharap agar seseorang kembali kepangkuan ilahi. Seorang sufi Syaqiq Al Zahid mengatakan ,' Pada saat kamu teringat atau bertemu orang jahat, kemudian kamu tidak merasa belas kasihan kepadanya, berarti kamu lebih jahat dari dia.' Dalam satu hadis disebutkan bahwa salat dan puasa belum cukup membawa seseorang ke surga sampai dadanya bersih dari dendam, hatinya penyayang, dan berbelas kasih terhadap sesama. Khalifah Umar bin Abdul Aziz menjelaskan, amal yang paling disenangi Allah SWT ada tiga, ' Memberi maaf sewaktu sempat membalas dendam, berlaku adil saat emosi, dan menaruh belas kasihan terhadap sesama hamba Allah.' Sesungguhnya sikap lapang dada dan sikap saling memaafkan satu sama lain merupakan salah satu ajaran moral Islam yang mesti dijunjung tinggi. Allah SWT menyebut kesadaran untuk menahan diri dan kesanggupan memberi maaf tersebut sebagai bagian dari ciri dan indikator keimanan dan ketaqwaan seseorang kepada Allah SWT (QS 3:134). Dr Abdullah Nashih Ulwan dalam salah satu bukunya, antara lain mengatakan bahwa memaafkan termasuk perasaan jiwa seseorang untuk bersikap toleran terhadap orang yang zalim, pendengki dan pendendam. Ketika kita memaafkan seseorang, berarti kita telah rela menghilangkan hak kita pada orang tersebut dan kita membebaskan bebannya kepada kita sehingga tidak menimbulkan permusuhan. Memaafkan berarti menekan atau menahan sifat egois dan emosi kita kepada orang lain. Dan memaafkan merupakan perbuatan mulia yang dapat meningkatkan kualitas takwa kita kepada Allah.' Dan pemaafan kamu itu lebih dekat kepada takwa. Dan janganlah kamu melupakan keutamaan di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Melihat segala apa yang kamu kerjakan. (QS 2 :237). Menjadi pemaaf itu menyehatkan badan,pikiran,prilaku dan kehendak kehendak.Wallahualam.....

Jari dan Masalah
Di sebuah desa, hiduplah seorang pemuda. Usianya belumlah genap 20 tahun. Namun sayang, kehidupannya sangat merana. Selalu saja ada banyak kesulitan yang dihadapinya. Usahanya sering gagal. Tak banyak yang bisa dilakukannya selain merenungi nasib. Ia bertanya dalam hati, mengapa ada beribu masalah yang selalu ada di sekitarnya.
Suatu ketika, ia mendengar ada seorang bijak yang dapat membantu mengatasi setiap persoalan. Kabarnya, orang tua ini selalu berhasil menolong setiap orang yang datang kepadanya. Sang pemuda pun tertarik untuk datang dan mencari jalan keluar bagi masalah yang di hadapinya. Segera saja di persiapkan bekal untuk melakukan perjalanan menuju ke tempat orang bijak itu berada.
Seharian penuh ia berjalan, hingga sampailah di pinggir hutan. Hari sudah malam, ketika akhirnya ia menemukan rumah yang dicarinya. Setelah mengucapkan salam, masuklah sang pemuda dan bertemu dengan orang yang di harapkan menjadi penolongnya. “Mari masuk…silahkan duduk,”, terdengar jawaban dari dalam.
Dengan penuh harap, pemuda itu pun mulai menceritakan masalah yang dihadapinya. Ia berkisah tentang pekerjaannya yang gagal, kawan-kawannya yang memusuhinya, juga semua masalah-masalah lainnya. Sang orang tua, mendengarkan dengan seksama, bersungguh-sungguh untuk memahami pemuda itu. Setelah beberapa lama, usailah ia menyampaikan semuanya. “Lalu, apa yang harus aku lakukan,” tanya pemuda, “apa yang sebenarnya aku hadapi, dan apa masalahku?”
“Anak muda, maaf, aku tak bisa sepenuhnya menolongmu. Aku hanya bisa menunjukkanmu suatu hal.” Orangtua itu kemudian menuju jendela, dan membukanya lebar-lebat. Di luar sana, tampak langit yang gelap gulita. Lalu, diacungkannya jari telunjuk, seperti menunjuk ke atas, ke arah jendela itu. “Nak, lihatlah jari telunjukku, ada berapa jari yang kau lihat?
Pemuda itu segera menjawab, “tentu saja, hanya ada satu!”. Kemudian, orangtua itu berpindah, sambil menutup jendela, dan mengacungkan telunjukknya ke arah dinding. Ia lalu bertanya, “Sekarang, ada berapa jari yang kau lihat?” Sang pemuda, tampak memicingkan mata. Tampaklah tangan dan jari telunjuk yang teracung, dengan latar belakang dinding yang putih. Ada bayang-bayang yang tampak disana. “Lihatlah lebih jelas, jatuhkan pandanganmu ke belakang, ada berapa jari yang kau lihat.”
“Sebentar, aku melihat,… ada satu….eh, dua jari yang ku lihat.” Bagaimana ini bisa terjadi? Ternyata, dinding yang putih, memberikan nuansa yang berbeda dalam pantulan benda. Ada fenomena lain yang membuat jari itu tampak tak seperti aslinya.
“Anak muda, itu hanya nuansa bayangan dari jari ku saja. Setiap benda akan terlihat berbayang ganda jika diletakkan pada dasar yang putih. Engkau pun akan melihatnya ganda jika melayangkan pandanganmu jauh ke belakangnya, dan tidak terpaku pada benda itu saja. “Dan sama halnya dengan semua masalahmu. “Sesungguhnya, dalam setiap masalah, kadang, bukan pemecahanlah yang harus kita cari. Tapi, kemampuan untuk melihat masalah itulah yang kita perlukan.
“Kadang kita sering terpaku hanya pada masalah itu-itu saja, tanpa pernah membiarkan kita melihat sisi lainnya. Cobalah layangkan pandanganmu ke belakang, pada jarak yang berbeda pada setiap masalah, engkau akan menemukan bukan hanya satu, tapi dua atau tiga hal yang terlihat. “Anggaplah jari telunjukku sebagai semua masalahmu. Dan dinding itu sebagai pikiranmu. Maka, engkau akan dapat melihat sosok suatu masalah, dengan jelas, pada dinding yang putih, pada pikiran yang jernih. Engkau akan mampu melihat dengan lebih jelas apa yang kau hadapi pada pikiran yang tenang, bukan pada latar yang gelap dan penuh amarah.
“Tataplah semua masalahmu itu dalam pandangan jernih, tenang, dan bersih. Teliti setiap sisi persoalan hidupmu, dengan hati yang suci. Susuri dan pahami setiap aral di depanmu, tidak dengan pandangan yang gelap gulita. Pahami dan maknai semuanya. Saat engkau memahami apa yang sedang kau hadapi, maka engkau akan mudah mengatasinya. Setiap persoalan, mungkin terlihat seperti satu hal saja, namun sesungguhnya hal itu mempunyai sisi lain yang tak terungkap, hingga kita mampu melihatnya dengan pandangan yang jernih.”
***
 
Teman, bisa jadi kita mau mencoba hal ini. Acungkanlah jari kita ke dinding yang putih. Pandanglah, dengan tatapan jauh ke belakang jari itu. Kita akan menemukan ada pantulan yang berbeda dari jari-jari kita. Kita akan melihat, tak hanya ada satu jari yang terlihat, tapi dua, atau bahkan lebih. Mungkin dalam teori optis, kita akan menemukan penjelasan yang ilmiah dan akademis. Namun fenomena ini akan mengajarkan kita satu hal: Suatu masalah, kadang akan tampak lebih jelas kita menatapnya dengan pandangan jernih dan jauh ke belakang.
 
Allah memang Maha Pencipta. Allah selalu memberikan hikmah dan pelajaran dari setiap apapun yang diciptakan-Nya. Tak terkecuali lewat jari dan pandangan tadi. Kemampuan kita untuk melihat suatu masalah, akan sangat membantu kita dalam memecahkan masalah itu. Walau kadang, pemecahan masalah itu, adalah berupa kemampuan kita untuk melihat masalah dengan lebih jernih dan tenang. Serta dengan memahami, apa sebenarnya masalah yang kita hadapi itu.
 
dikutip dari:
http://muaralaham.blogspot.com/2008/12/menjadi-ikhlas-saat-hati-tidak-bisa.html

Recent Comments